RESUME UNDANG-UNDANG RI NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RESUME UNDANG-UNDANG RI NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK


Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi yang telah mengubah perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum telematika merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.
Oleh karena itu, dibentuklah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik yang dapat mengatur dengan secara jelas dan lebih rinci sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal.
Dasar Hukum
Dasar Hukum dibentuknya undang-undang ini yaitu :
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Sistematika Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik
Undang-undang ini terdiri dari 13 bab dan 54 pasal, yang terdiri dari :
o Bab I ( pasal 1 – 2)
Tentang istilah-istilah penting yang terdapat dalam undang-undang ini dan mengenai daya laku undang-undang ini.
o Bab II ( pasal 3– 4)
Tentang asas dan tujuan dari Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
o Bab III (pasal 5 – 12)
Tentang Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya yang merupakan alat bukti hukum yang sah, tentang Tanda Tangan Elektronik.
o Bab IV (pasal 13 – 16)
Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik, tentang Penyelenggara Sistem Elektronik.
o Bab V ( pasal 17-22)
Tentang Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dalam lingkup publik ataupun
Privat, tentang Penyelenggara Agen Elektronik.
o Bab VI (pasal 23 – 26)
Tentang Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama, tentang Hak Kekayaan Intelektual.
o Bab VII (pasal 27 – 37)
Tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
o Bab VIII ( pasal 38 – 39)
Tentang penyelesaian sengketa dalam Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
o Bab IX (pasal 40 – 41)
Tentang peran pemerintah dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik, tentang peran masyarakat dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
o Bab X (pasal 42 – 44)
Tentang penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang informasi dan transaksi elektronik ini, tentang Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
o Bab XI ( pasal 45-52)
Tentang ketentuan pidana.
o Bab XII ( pasal 53)
Tentang ketentuan peralihan.
o Bab XIII ( pasal 54)
Tentang ketentuan penutup.

Hal-Hal Penting
Prinsip-prinsip Hukumnya:
a. Transaksi elektronik.
b. Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama, tentang Hak Kekayaan Intelektual.
c. Perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
d. Peran pemerintah dan masyarakat dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
e. Ketentuan pidana bagi pihak pelanggar dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pendapat Para Ahli
Anggara mengatakan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik periu diuji. Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 menyatakan : Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Menurut Anggara pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 G ayat (1), dan Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni: Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. & Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945.

Mengapa Kami Menguji Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik


Onno W Purbo mengatakan bahwa 17 pasal yang dibuat oleh pemerintah tidak satupun bisa dijalankan. Hal ini karena saat sekarang transaksi elektronik yang di lakukan harus memakai konsep tanda tangan digital dan/atau certificate autority yang normalnya sudah terdaftar didalam browser yang standard digunakan.Contohnya firefox, dalam firefox sudah terdaftar seluruh certificate authority yang keseluruhannya di akui International. Kebanyakan dari perusahaan yang menyediakan jasa transaksi elektronik menggunakan certificate authority yang sudah di akui oleh setingan browser tadi.
http://danu.web.id/pendapat-onno-w-purbo-tentang-uu-ite
Pendapat Pribadi
Saya berpandangan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik perlu diuji materiil ke Mahkamah Konstintusi, agar keberadaan dari undang-undang ini tidak hanya berdaya laku, melainkan juga berdaya guna bagi kehidupan masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal.

Leave a comment

No comments yet.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Leave a comment