PERKEMBANGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP PRODUK DIGITAL

universitas tarumanagara

PERKEMBANGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP PRODUK DIGITAL

Suatu tinjauan hukum hak cipta di Indonesia


Pembajakan di dunia digital ataupun pembajakan di dunia selain digital pada prinsipnya adalah sama, yaitu memperbanyak produk tanpa seijin orang atau pihak yang memiliki hak cipta. Namun  dalam produk digital masalah pembajakan ini lebih rumit. Hal ini dikarenakan produk-produk dalam format digital dapat dicopy atau diperbanyak dan didistribusikan dengan sangat mudah. Continue reading

HaKI dan Peranan Digital Library dalam Memanfaatkan Kekayaan Intelektual

HaKI dan Peranan Digital Library dalam Memanfaatkan Kekayaan Intelektual

Adi Pancoro, Dr

Ketua Manajemen HaKI-ITB

Kantor Manajemen HaKI ITB. Ganesha 15. Bandung. Tlp. 022-2533639

e-mail : adi@bi.itb.ac.id

Abstrak

Sejak peradaban manusia muncul disitulah kekayaan intelektual ada. Kekayaan intelektual dihasilkan sebagai ilmu pengetahuan, proses, produk teknologi. Kekayaan intelektual dalam bentuk publikasi sekitar 10-25 % dari total jumlah penduduk dunia. Sedangkan peradaban manusia memperkenalkan sistem perlindungan kekayaan intelektual (HKI) sekitar tahun 1800-an. Saat ini sistem HKI berkembang pesat dan mencakup dua bagian yaitu kekayaan industri (industrial property) meliputi paten, merk dagang, desain industri, dan hak cipta yang diwakili oleh karya tulis, musik, film, software. Pada abad 21 banyaknya kekayaan industri dan hak cipta didaftarkan kira-kira 80 juta dokumen.

Apa itu paten ? paten dianggap jenis perlindungan HKI yang paling tepat untuk perlindungan inovasi teknologi. Paten memberikan hak eksklusif kepada pemegang paten untuk mengontrol penggunaan penemuan di negara tempat paten tersebut diberikan dan penemuan (dokumen paten) tersebut harus  dibuka untuk masyarakat. Hak tersebut memungkinkan pemegang paten untuk melarang pihak lain menggunakan penemuan yang telah dipatenkan tersebut tanpa izin darinya dan hak eksklusif diberikan selama 20 tahun perlindungan. Lebih dari 37 juta dokumen paten telah dipublikasikan diseluruh dunia dan bertambah sekitar 1 juta paten tiap tahun

Pemanfaatan informasi paten sangat luas antara lain memacu perkembangan industri lebih cepat, mengetahui apakah suatu ide penemuan/hasil penelitian kadaluarsa, menghindari duplikasi terhadap paten yang telah ada, mengetahui tren perkembangan teknologi dan tren kebutuhan pasar, penting dalam strategi R&D perusahaan, aktivitas investasi dalam komersialisasi. Sedangkan pengguna dari informasi paten antara lain lain  pemerintah, inventor, peneliti dan mahasiswa di universitas, institusi R&D,dan perusahaan.  Informasi paten dapat diperoleh sebagai paten yang masih berlaku dan paten kadaluarsa. Oleh sebab itu paten-paten menjadi tempat penyedia informasi teknologi.

Informasi paten dapat bentuk hard copy dan digital, sesuai dengan perkembangan informasi teknologi tersedia situs-situs internet yang menyediakan untuk melakukan penelusuran paten. Beberapa kantor paten di dunia menyediakan informasi spesifikasi paten, meliputi abstrak, klaim dan deskripsi. Situs ada yang bersifat komersial diantaranya situs yang dikembangkan dan dikelola IBM, situs ini sekaligus menyediakan informasi paten dari beberapa kantor paten AS (USPTO), Jepang (JPO), Eropa (EPO) dan WIPO(PCT). Tetapi ada juga situs (Cambia Intellectual property resource) yang public domain untuk mendapatkan informasi paten yang terkait dengan bioteknologi pertanian dari beberapa  kantor paten. Tahun 1999, JPO (Japan Paten office) meluncurkan  pelayanan Industrial Property Digital Library (IPDL) untuk memfasilitasi penggunaan informasi kekayaan industri (IKI).  Kira-kira 45 juta dokumen disediakan secara free dan setiap bulan ada 2 juta hits (kunjungan situs) ke IPDL.

Indonesian digital library network sebaiknya juga dapat memfasilitasi masyarakat kampus untuk perolehan informasi paten dengan bekerja sama dengan kantor paten di Indonesia dan negara lain. Perlu diketahui bahwa paten yang dihasilkan oleh inventor domestik jumlahnya pertahun sangat rendah walaupun dari tahun ketahun ada peningkatan jumlah. Untuk kedepannya digital library network di lingkungan universitas dapat memulai dengan memasukkan informasi paten yang berasal dari penemuan di lingkungan universitas masing-masing dan turut mensosialisasikan manfaat informasi paten-kekayaan intelektual bagi universitas dan industri.

PENDAHULUAN

Kekayaan intelektual manusia merupakan hasil suatu pemikiran dan kecerdasan otak manusia, yang dapat diwujudkan dalam bentuk penemuan, desain, seni, karya atau penerapan praktis suatu ide guna menjawab problem spesifik dalam bidang teknologi. Salah bentuk karya intelektual yang mudah dilihat adalah karya tulisan yang dipublikasi atau tidak dipublikasi. Tetapi ada juga bentuk karya intelektual lainnya  yang dapat mengandung nilai ekonomis kecil atau besar dan oleh sebab itu karya intelektual dapat dilihat sebagai suatu aset komersial. Untuk melindungi akan aset atau kekayaan komersial atas usaha dari orang yang menciptakan diperlukan perlindungan hukum untuk melindungi kepentingan mereka atas karya-karya intelektualnya.

Secara garis besar karya intelektual dapat meliputi suatu penemuan, desain produk dan nama dagang yang terkait dengan industri dan hak cipta yang terkait dengan karya tulisan, musik , fotografi atau hal-hal yang terkait dengan cita rasa-seni. Untuk memudahkan dalam mengenal maka karya inteketual dibagi atas dua bagian yaitu kekayaan atau kepemilikan industri dan hak cipta.

Dalam perjalanan sistem peradaban manusia maka suatu karya intelektual tidak hanya sebagai karya yang dihasilkan begitu saja tetapi yang lebih penting adalah memberikan suatu insentif kepada orang atau pihak yang menciptakan dalam pembuatan karya intelektual atau memberikan hak kepada pencipta untuk mengatakan bahwa dialah pencipta dari suatu penemuan. Dengan kata lain ada suatu perlindungan hukum atas hasil karya intelektualnya dan memberikan kesempatan kepada penemunya untuk dapat memanfaatkan secara ekonomi dalam artian komersialisasi  atas karya intelektualnya.

Hak atas kekayaan intelektual (HaKI) atau intellectual property right (IPR) merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap kekayaan intelektual dan menjamin kita dari melanggar meniru atau ditiru karya intelektual dari pihak-orang lain. HaKI bermanfaat untuk didapatkan karena nilai komersial yang dimiliki oleh karya intelektual yang dilingdungi. Oleh sebab itu HaKI menjadi penting ketika ada produk intelektual yang akan dikomersialkan dan oleh sebab itu pencipta karya intektual membutuhkan perlindungan dalam periode tertentu guna memperoleh manfaat dari komersialisasi karya intelektual.  Jadi sistem HaKI memiliki keterkaitan antara pencipta kekayaan intelektual, komersialisasi dan perlindungan hukum. Instrumen perlindungan atas karya intelektual (HaKI)  terdiri dari paten, paten sederhana, desain produk industri, merk dagang, indikasi geografis, perlindungan tata letak sirkuit, perlindungan varietas tanaman dan hak cipta.

Dalam makalah ini hanya difokuskan atau akan dibahas HaKI  yang terkait dengan paten saja. Lebih jauh lagi memberikan gambaran tentang apa itu paten, apa dan bagaimana penelusuran informasi dan dokumen paten dapat dimanfaatkan oleh pemakai, dan bagaimana informasi paten tsb dapat diperoleh melalui peran digital library.

INFORMASI DAN DOKUMEN PATEN

Sebuah invensi atau penemuan adalah suatu ide yang memberikan jawaban praktis terhadap masalah spesifik pada bidang teknologi. Invensi secara karakteristik dilindungi oleh paten atau juga dapat dikatakan paten untuk invensi. Setiap negara memberikan perlindungan legal terhadap invensi  dan ada kurang lebih 140 negara yang memberikan perlindungan melalui paten. Tetapi tidak semua invensi dapat dipatenkan, secara umum hukum membutuhkan bahwa untuk dapat dipatenkan memenuhi kriteria, invensi harus baru (novelty) memiliki unsur inventive step dan harus industrially applicable. Dan diperkirakan lebih dari 37 juta dokumen paten yang telah dipublikasikan diseluruh dunia dan akan bertambah sangat nyata untuk tiap tahunnya.

Jadi apa itu paten ? paten adalah jenis perlindungan HaKI yang paling cocok untuk perlindungan inovasi teknologi. Fungsi dasar dan peran sistem paten adalah sederhana dan beralasan. Dasarnya adalah kepentingan publik untuk dapat meningkatkan teknik industrial dari waktu ke waktu. Paten memberikan hak eksklusif kepada pemegang paten untuk mengontrol penggunaan penemuan di negara tempat paten tersebut diberikan dan penemuan tersebut terpublikasikan di kantor paten dalam bentuk dokumen yang dapat dibaca atau diakses oleh masyarakat luas. Selain itu memungkinkan pemegang paten untuk melarang pihak lain menggunakan penemuan yang telah dipatenkan tersebut tanpa izin darinya, atau jika ada pihak lain ingin menggunakan paten tersebut dapat meminta izin melalui proses lisensi atau lisensi yang diberikan oleh pemilik paten. Hukum telah mengatur bahwa hak eksklusif diberikan maksimal selama 20 tahun perlindungan. Haknya akan menjadi publik domain atau kadaluarsa jika masa perlindungan telah habis atau dalam masa perlindungan si pemilik paten tidak memenuhi persyaratan administrasi dalam membayar perawatan perlindungan setiap tahunnya. Biasanya dokumen paten dapat diperoleh pada kantor paten dimana paten tersebut diberikan perlindungan (US paten office, Japan paten office, Direktorat Jenderal HKI Indonesia) atau melalui pihak lain yang memberikan layanan jasa dalam informasi paten apakah dalam bentuk hard copy maupun digital (www.delphion.com; www.cambiaip.org dll).

Dokumen paten memberikan informasi teknik yang terbaru, oleh sebab itu penemu selalu mencoba untuk mendaftarkan penemuannya sesegera mungkin pada kantor paten. Informasi yang ada dalam dokumen paten umumnya mengandung dua tipe informasi yaitu information bibliografi dan informasi teknik. Informasi bibliografi secara umum meliputi ; tanggal pendaftaran aplikasi dokumen paten, nama inventor, pemilik, klasifikasi paten (IPC), judul penemuan, abstrak diskripsi penemuan termasuk gambar atau formula kimia jika ada dan lain-lain (untuk lebih detail dapat lihat WIPO standard ST.9). Sedangkan informasi teknik dalam dokumen paten meliputi diskripsi singkat the state of the art  dari teknologi yang diketahui oleh inventor. Detail diskripsi invensi, jika ada satu atau lebih gambar yang menerangkan tentang penemuan dan klaim atas penemuan atau ruang lingkup proteksi yang didefinisikan.

PENELUSURAN PATEN dan INDUSTRIAL PROPERTY DIGITAL LIBRARY

 

            Penelusuran paten berarti melaksanakan penelusuran terhadap penemuan atau teknologi terdahulu dalam bidang yang sama yang berdekatan (prior art) dengan menggunakan semua informasi baik dalam bentuk paten atau dokumen permintaan paten yang dipublikasi maupun yang bukan paten seperti jornal, majalah dan sebagainya.

Pemanfaatan penelusuran dan informasi paten sangat luas antara lain memacu perkembangan industri lebih cepat, mengetahui apakah suatu ide penemuan atau hasil penelitian kadaluarsa, menghindari duplikasi terhadap paten yang telah ada, mengatahaui tren perkembangan teknologi dan tren kebutuhan pasar, sangat penting dalam strategi R&D pada litbang atau perusahaan, yang tidak kalah penting adalah aktivitas investasi dalam komersialisasi.

Karena manfaat yang bernilai maka pengguna uatama dari informasi paten juga bermacam-macam  antara lain : autoritas pemerintah (pemeriksa paten pada kantor paten), profesional dalam bidang paten (administrator perpustakaan, agen paten ), institusi pendidikan dan mahasiswa, institusi penelitian, perusahanan (UKM) dan inventor.

Manfaat penelusuran paten bagi peneliti pada R&D:

  1. Perencanaan strategi dan tujuan R&D : penelusuran paten pada tahap awal ini untuk memastikan bahwa riset yang akan dilakukan tidak hanya buang waktu atau uang tetapi memberikan arah tujuan riset dan pengembangan dengan analisis terhadap perkembangan global dan teknologi terkait. Hal ini perlu dilakukan antara lain untuk mendeteksi dan menghindari kemungkinan melaksanakan kegiatan R&D dari teknologi yang telah dipatenkan, melaksanakan kegiatan R&D terhadap teknologi yang patennya kadaluarsa dan melanggar hak paten orang lain serta yang tidak kalah penting adalah memahami strategi R&D pesaing.
  2. Selama pelaksanaan kegiatan R&D : dimaksudkan untuk memastikan bahwa hasil R&D akan layak dipatenkan, pengamatan kemungkinan pengajuan permohonan paten oleh pesaing atas penemuan yang sama.
  3. Setelah tujuan kegiatan R&D disempurnakan ; dimaksudkan untuk menentukan strategi perlindungan yang paling baik atas hasil-hasil riset dan memastikan bahwa sebelum pengajuan permohonan paten dilakukan (analisa klaim dari pengajuan permohonan paten, bagian yang akan di klaim, memenuhi kriteria baru serta memiliki langkah inventif).

Penelusuran paten dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain langsung datang kekantor paten, dan menggunakan fasilitas internet melalui situs-situs yang ada. Cara yang terakhir ini lebih praktis, murah dan cepat.  Biasanya pemilik situs memberikan layanan dalam bentuk Industrial property digital library (IPDL), pelayanan melalui sistem ini makin berkembang pesat dengan memanfaatkan fasilitas informasi teknologi yang ada. Situs-situs penelurusan paten untuk mendapatkan informasi ada yang bersifat komersial seperti (www. delphion.com) dan ada yang non komersial (www.cambiaip.org, www.jpo.go.jp dan hampir kantor paten dinegara maju menyediakan fasilitas digital library). Sebagai contoh industri digital library dikembang di kantor paten di jepang. Pada tahun 1999 kantor paten tersebut meluncurkan sistem Industrial property digital library (IPDL). Layanan tersebut menyediakan 45 juta dokumen yang terkait dengan industrial property information, informasi tentang status pemohon HaKI, prosedur pendaftaran dan sebagainya. Semua informasi yang diberikan bersifat non komersial dan rata-rata situs tsb dikunjungi 2 juta hits per bulan

Menurut kantor paten jepang tujuan pelayanan IPDL  diberikan antara lain :

  1. 1.      Understanding of the application trends and technological development trends of competitors
  2. 2.      Preventing overlapped invesment
  3. Averting unnecessary disputes when deciding the design or the name of a product.

Pemakai informasi dari IPDL tersebut berasal dari kalangan individual, asosiasi industri & Kadin, perusahaan, universitas dan litbang.

Melihat pesatnya perkembangan informasi teknologi dan perkembangan sistem digital library network Universitas di Indonesia dan pemanfaatan yang sangat luas maka untuk kedepannya atau dipikirkan mulai sekarang DLN juga memberikan fasilitas pelayanan penelusuran informasi paten. Informasi paten yang diberikan mencakup paten kadaluarsa dan paten, untuk itu pengelola DLN dapat menjalin kerjasama dengan kantor paten di Indonesia atau negara lain untuk mendapatkan akses mendapatkan materi dari dokumen-dokumen paten yang ada. Tidak hanya itu kepada peneliti dan mahasiswa harus sudah memanfaatkan informasi paten sebagai bagian dari kebutuhan dalam penelitian. Contoh CAMBIA’S project pada paten, dengan bantuan dana dari Rockefeler foundation, selama dua tahun berjalan membangun database web (www.cambiaip.org) yang memiliki lebih dari 257.000 paten yang terkait pertanian, paten tsb berasal dari Amerika, Europa dan PCT (Paten Cooperation Treaty)

Sumber bacaan

  • Hilman H dan A. Romadoni. Pengelolaan & Perlindungan aset Kekayaan Intelektual : Panduan bagi peneliti bioteknologi. The British Council-DFID-ITB. 2001
  • Annual Report 2000. Japan Patent Office. http://www. jpo.go.jp
  • Introduction to patent searching with CD-ROMS. World Intelectual Property Organization (WIPO). Geneva. 1997.
  • Cambia Intellectual Property Resource. http://cambiaip.org.

LAMPIRAN

Patent “Top Ten”

things you should know about patents

(www.cambiaip.org)

1.         There is NO such thing as an international patent.

There are “international applications” called PCT applications that need to be converted into national applications within a period of maximum 30 months in order to obtain a patent.

More information

1. There is no such thing as an international patent.

The confusion and misunderstanding about “international patents” arises sometimes from the PCT process of pursuing patents. When looking at a PCT application, many people erroneously, but understandably, conclude that it is an application for a patent that will be valid in multiple countries. Indeed on the front page of a PCT application (presented below), in the upper right corner there is a heading titled “Designated states” followed by a list of two letter codes. Each of those codes stands for a country (e.g., AU, Australia; CA, Canada; CN, China, and so on). There can be as many as about 110 countries listed. However, this list does not mean that the application is a patent, or even will become a patent, in all of these countries.

Through an international treaty (Paris Convention Treaty), a group of countries agreed to not discriminate against each other by affording patent applicants in these countries a one-year period in which to file an application in one of the other countries without losing the benefit of their filing date. The advantage is that any “art” that became known after the original filing date in the home country but before the filing date in another country could not be cited against the application. Thus, for example, if you originally file an application for your invention in Canada, you could wait up to one year before filing the application in Mexico. This would give you time to see if the costs of filing in other countries is justified.

Later, a second treaty (Patent Cooperation Treaty (PCT)) established another route to delay the additional filings in other countries. In this method, an international office was set up (World Intellectual Property Office (WIPO)) to receive and process the applications. But now, the applicant has one year to file at the WIPO office and by designating member countries she preserves her rights and original filing date in those designated countries without having to go to the expense of actually filing in each country. This saves an enormous amount of money! Eventually to obtain a patent in these countries, the application does need to be filed in the national patent offices (the process is called “conversion”), pay fees, have translations done and comply with the regulations of each individual office. Depending on some procedural issues and fee payments, the applicant has either 20 months or 30 months from the original filing date (the date the application was filed in the home country) to file in each of these other countries. Given the costs, most applications are filed in a few other countries at most.

2.         Patent applications are NOT the same as granted patents.

A patent application undergoes an examination process to see if it meets the patentability requirements of the country it is lodged in. During this process, the claims are often amended. Thus, a patent application contains claims reciting what an applicant hopes to get patent protection for, and a patent contains claims that have legal protection.

More information

2. Patent applications are not the same as granted patents.

A patent application is filed with a set of claims. The patent applications with the claims are generally published 18 months after the filing date. Sometimes the claims are written much more broadly than is actually patentable. As the application is examined by a patent office and claim language negotiated, the claims may shrink or alter in scope. In contrast, the specification of a granted patent will usually be the same as when filed; new matter is not allowed to be added to the text after it is filed. Because the claims in an application are what the applicant hopes for and not what she has legal protection over, it is important to know whether you are looking at a granted patent or a patent application.

3.         Patents are examined, they are NOT peer-reviewed.

Patent examiners assess an invention against the relevant prior art publicly available in the field of the invention to determine whether it fulfills the patentability criteria. The requirements for patentability are not the same as the criteria used for publishing research results in a scientific journal.

More information

3. Patents are examined, they are NOT peer-reviewed

Unlike publications in scientific journals, patent applications are not sent to reviewers for comments on technological aspects. Patent applications are assessed by patent examiners, who, in the major jurisdictions, have both a technological and legal background. They determine whether a filed invention meets the patentability criteria: mainly novelty and non-obviousness or inventiveness. Patent examiners utilize their technological and legal skills to search for prior art (written documents published worldwide, relevant to the filed invention). Their task is to establish whether the invention has been previously described and whether it could have been obvious to a person of ordinary skill in the field of the invention. Whether a granted patent is scientifically or technologically valid is established by the final users of the patented invention.

4.         The applicant or assignee of a patent may not be the actual holder of the patent rights.

Patents are commercial tradeable assets and the rights can be assigned or licensed to a third party.

More information

4. The applicant or the assignee of a patent may not be the actual holder of the patent rights

The legal owner of a patent is designated as the “Assignee” on United States patents and as the “Applicant” on patents in the rest of the world. However, the rights of a patent holder is like a bundle of sticks, and one of these sticks is legal ownership.

These rights are tradeable. The typical form of trade is a license, in which some or all of the rights may be transferred. For example, the patent owner may license only some of the claims in a patent, all of the claims but only in a particular field of research, all of the rights but only in certain countries, or the right to make and use but not the right to sell. Other types of licenses may also be granted. Unlike the ownership of a patent, which is a matter of public record, licenses can be private. Unless the parties to a license choose to reveal the relationship, it is impossible to know about.

5.         Patents have a limited lifetime.

A patent lasts for 20 years from the date of filing provided required maintenance fees are paid. This period is the monopoly period granted to the owner of the patent.

More information

5. Patents have a limited lifetime

According to the TRIPS Agreement, a country belonging to the World Trade Organization (WTO) must grant a patent at least a 20-year term from the earliest filing date of the application. TRIPS came into effect in 1995 in the industrialized member countries, in 2000 for most of the rest of the member countries and it will enter into effect in 2005 for the least developed member countries. The 20-year term is valid as long as the maintenance fees for a patent are paid.

6.         Patents are rights with geographic boundaries.

Patents are granted by the government of a country or jurisdiction and the rights are valid only within its territorial boundaries.

More information

6. Patents are rights with geographic boundaries

A patent is awarded by the government of a country and is valid only within its territorial boundaries. To obtain a patent that is valid in a particular country, a request must be made in that country’s patent office.

There are several regional patent offices, such as the European Patent Office (EPO) and the African Regional Industry Organization (ARIPO). They provide a centralized searching and examination authority for the countries that subscribe to the treaties administered by these regional offices. However, a patent is only obtained in the individual countries after registering the patent in their patent offices, paying any national fees and filing translations of the patents if necessary. This process is called conversion.

7.         Infringement of a patent is not a crime.

The infringement of a patent is not an act committed against the state. Therefore, it is not punished with a sentence in jail. Infringement is a civil wrong, where a person’s rights are violated and is up to the offended party to sue for damages or seek other legal remedies.

More information

7. Infringement of a patent is not a crime

Infringement of a patent is not a crime. That is, it is not a wrongful act against the state and therefore, you do not go to jail. Infringement of someone else’s patent rights is a civil wrong committed against a person or entity. It is up to the offended, in this case the owner of the patent, to seek a legal remedy for the violation of his/her rights. Enforcement of patent rights is left to the owner of the rights. Nothing may happen if the patent owner does not become aware of the infringement or if it decides not to take any action against the infringer of the patent. In the case that the owner of the rights enforce its rights, it may try to settle the matter with the infringer out of court. Alternatively, it may decide to file a suit against the infringer in a court. The remedies that a court may grant for a patent owner are an injunction (order to stop the offender from doing the wrongful act), award of damages (monetary compensation to the owner of the rights) and an account of profits (payment of the profits made from the infringement of the patent to the patent rights holder).

8.         Claims define the limits of a patented invention and the boundaries of the patent rights….

not the titles, not the abstract, not the detailed description of the invention, not the examples and figures.

More information

8. Claims define the limits of the patented invention

It is the claims that define the boundaries of the patent owner’s rights. Don’t fall into the trap of concluding that the title or the abstract or the general description found in the text of the patent indicates what is patented. For example, United States Patent No. 6 074 877 is titled “Process for transforming monocotyledonous plants”. From the title, it sounds like these patent owners have protected a transformation process(es) for transforming all monocot plants. Examination of the claims shows, however, that only transformation of cereal plants is protected, and furthermore that the method involves wounding an embryogenic callus or treating an embryogenic callus with an enzyme that degrades cell walls prior to transferring DNA into the cells with Agrobacterium. A bit different than what the title implied.

To determine if someone is infringing a patent, that is making, using, etc., without the patent owner’s permission, the allegedly infringing product is compared only to the claims. The scope of the claimed invention may not always be clear however, from reading the plain language of the claim, despite the requirement that claims must be stated definitively so that others are able to understand what is and what is not protected. In the case above, for example, several terms in the claims (e.g., “cereal plants”, “embryogenic callus”, and “enzyme that degrades cell walls”) are unclear. Thus, claim interpretation can be difficult; a proper analysis is done by reading the claims in the context of the specification and in the context of the “prosecution history” (the back and forth negotiations of the claim language between the patent applicant and the patent office).

Claims come in two flavors: independent and dependent. An independent claim stands alone. It includes all the necessary limitations and does not depend on or include limitations from any other claim. A dependent claim refers back to and further limits another claim or claims. Moreover, a dependent claim includes all the limitations of the claim incorporated by reference.

9.         A patent does not guarantee that anyone will license the invention.

As any tradeadable asset, a patent needs to be promoted, offered in the market and commercialized actively in order to generate an income.

More information

9. A patent does not guarantee licensing the invention

A granted patent does not mean instant cash flow. The protected invention must be transformed in a marketable product in order to generate revenue and profits. There might be a long way to go before a patented product or process is ripe for sale. Depending on the capabilities of the entity owning the patent, marketing a patented invention may entail entering agreements with other institutions, which would be completely or partially in charge of the commercial exploitation. The strategy followed for the commercialization of an invention depends on the market value of the technology, the financial position of the patent owner and the human and capital resources that could be invested in the commercial venture. Among the options for commercialization are: licensing, through which some patent rights are granted to another in exchange of payment; creating a start-up company for marketing the product; undertaking joint ventures, where other parties may be the capital providers; cross-license of IP rights with other institutions; and selling or assigning all patent rights to another entity.

10.       Patent rights are exclusionary rights.

They can be used to stop others from using, making, selling, offering to sell, and importing the protected invention if they do not have the authorization of the patent right holder.

More information

10. Patent rights are exclusionary rights

The patent owner’s rights are exclusionary: she may exclude others from making, using, selling, offering to sell, importing the patented invention and importing a product made by a process patented in the importing country. Each one of these acts constitutes an independent right granted to the owner of the patent. Unauthorized performance of any of these acts by a third person will amount to infringement of the patent.

Patents rights are not affirmative rights. That is, they do not confer the right to perform any of the acts listed above, they only confer the right to exclude others from doing them. A patent owner may be prevented from making, using or selling a product of a patented invention because, among other things, there might be a major patent that dominates the field or a government may refuse market approval for the patented product.

————————————————————————

ANALISIS PERMASALAHAN HUKUM TERHADAP MP3

ANALISIS PERMASALAHAN HUKUM

TERHADAP MP3

Oleh: Ahmad Zakaria[1]

  1. A.        Pendahuluan

 

MP3 adalah sebuah singkatan dari Motion Picture Expert Group, Layer 3 yang merupakan format encoding suatu data audio yang bertujuan untuk mereduksi dan melakukan kompresi sejumlah data dalam audio tersebut, namun tetap memiliki kualitas audio sama dengan yang tidak mengalami kompresi.[2] Sebagai contoh, suatu data audio yang disimpan dalam format lain membutuhkan space sebesar 50 megabyte, sedangkan apabila menggunakan format MP3, space yang dibutuhkan hanya seperlimanya saja, yaitu sekitar 5 megabyte.[3]

Faktor ukuran data dari MP3 yang hanya membutuhkan space yang sedikit dari sebuah hardisk dan semakin maraknya diseminasi atau pertukaran data di internet yang dipacu semakin tingginya kecepatan transfer data di Internet, telah menyebabkan terjadi penyebaran data MP3 yang begitu pesat. Penyebaran yang begitu pesat ini menimbulkan suatu isu penting seputar MP3, yaitu aspek legalitas dari MP3 khususnya terkait dengan hak cipta.

Sebagian besar konten MP3 adalah sebuah musik atau lagu. Lagu tersebut biasanya berasal dari Compat Disk (CD) yang orisinil kemudian setelah melalui proses grabbing, lagu tersebut di kompresi menggunakan encoding software MP3 sehingga menjadi data MP3 yang biasanya berekstensi data .mp3.[4] Rata-rata sebuah CD memuat sebelas hingga dua belas lagu dengan total data sebesar 650 MB. Setelah melalui proses konversi menjadi MP3, besar data masing-masing lagu berkisar antara lima hingga enam megabyte. Setelah mencapai besaran yang terkompresi, data-data tersebut dengan mudah dapat didistribusikan melalui internet. Data tersebut dapat didistribusikan melalui surat elektronik (e-mail), melalui proses upload ke server tertentu kemudian di-download, atau dapat juga melalui pertukaran data orang perorang yang biasa disebut dengan peer-to-peer networking.[5]

  1. B.         Form dan Substance MP3

Pemahaman terhadap MP3 terlebih dahulu dimulai dari pemahaman mengenai form atau bentuk dan substance atau isi dari MP3. Dilihat dari bentuknya, MP3 adalah sebuah software atau perangkat lunak. MP3 dapat dikategorikan secara bentuk sebagai software karena memiliki karakteristik sebuah software, yaitu dibangun berdasarkan algoritma tertentu, menggunakan suatu bahasa program (MP3 pertama kali ditulis menggunakan bahasa C), dan telah melalui proses coding dan decoding sehingga dapat dikenali oleh suatu operation system.[6] Dengan pemahaman MP3 sebagai software, Thomson Consumer Electronics sebagai pemegang lisensi dari MPEG Layer 1, 2, dan 3, mematenkan software MP3 di negara yang mengakui adanya “software patent” seperti United Stated of America dan Jepang. [7] Sesungguhnya MP3 dikatakan sebagai sebuah software karena MP3 menjalankan suatu fungsi komputasi tertentu, yaitu melakukan konversi dan kompresi data audio dengan encoding MP3 hingga dapat didengarkan menggunakan MP3 player seperti WinAmp untuk platform windows da XMMS untuk platform *nix.

Dengan dipatenkanya MP3, tidak banyak pengembang software yang mau mengembangkan software berbasis MP3, sehingga lahir beberapa software alternatif seperti Ogg, dan WMA. Dengan demikian, MP3 secara form menjadi illegal di negara-negara yang mengakui paten terhadap software, hingga berakhirnya waktu paten pada 2010 dan paten menjadi public domain.[8]

Dilain sisi, apabila memahami MP3 dari sudut pandang substansinya maka pemahaman ini beranjak dari konten atau isi dari MP3 itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, konten atau isi dari MP3 adalah data audio yang umumnya merupakan musik atau lagu. Dengan pemikiran ini, maka secara substantif MP3 adalah sebuah karya cipta yang merupakan bagian dari Hak Cipta. Pemahaman terhadap bentuk dan isi MP3 amat penting untuk menentukan aspek legalitas dari MP3 tersebut, sehingga dapat diketahui kapan suatu MP3 merupakan data legal dan kapan suatu MP3 dikatakan sebagai data illegal.

  1. C.        Aspek Legalitas MP3

Permasalahan hukum terkait hak cipta dalam MP3 telah mencuat seiring banyaknya keluhan dari Asosiasi Industri Rekaman Amerika (RIAA). RIAA mengeluhkan banyak beredar MP3 yang telah melanggar hak cipta.[9] Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu RIAA tengah menghadapi permasalahan dengan sebuah mesin pencari (search engine) di Internet. Pada Maret 1998, Federasi Internasional Industri Phonograph (the International Federation of the Phonograph Industry/IFPI), sebuah asosiasi rekaman lainnya, mengajukan gugatan terkait dengan perkara kriminal terhadap FAST Search and Transfer ASA, sebuah search engine untuk pencarian MP3 yang berlokasi di Oslo. [10]

Search engine ini memberikan sebuah links langsung ke file MP3 untuk dapat diunduh secara langsung. FAST memberikan lisensi search engine tersebut kepada Lycos, salah satu search engine terbesar yang berlokasi di Amerika Serikat. Dilain kesempatan RIAA juga telah mengajukan gugatan terhadap Lycos di Amerika Serikat. Laporan yang telah diajukan IFPI hanya menyangkut tuduhan-tuduhan terhadap FAST yang merupakan masalah pelanggaran hak cipta.

Dari uraian tersebut timbul permasalahan hukum, apakah benar MP3 sudah pasti merupakan data yang illegal? Jawabannya akan ditemukan dalam contoh berikut. Seseorang men-download sebuah data MP3 di Internet melalui search engine tersebut. Dalam kasus ini dapat dijumpai beberapa kemungkinan permasalahan hukum. Secara substantif perlu dilihat apakah data MP3 tersebut merupakan data yang isinya merupakan objek perlindungan hukum (hak cipta) atau tidak. Apabila ternyata isinya bukan merupakan objek perlindungan hukum, maka secara substantif ia tidak melanggar hukum, sedangkan apabila ternyata MP3 tersebut isinya merupakan objek perlindungan hukum, juga tidak serta merta MP3 tersebut menajadi MP3 illegal, perlu dilihat secara formalitas mendownloadnya, apakah melalui mekanisme yang benar sesuai hukum atau tidak.

Sehingga timbul kondisi apabila orang tersebut mencari MP3 menggunakan search engine tersebut lalu mendownload sebuah MP3 yang memang kontennya tidak dilindungi hak cipta maka tidak terjadi suatu permasalahan, permasalahnya baru muncul ketika MP3 yang didownload merupakan objek hak cipta. Kondisi lainnya, apabila MP3 yang didownload tersebut merupakan objek hak cipta, namun telah melalui prosedur yang sesuai dengan hukum, misalnya dengan cara membeli lagu tersebut maka MP3 yang didownload tersebut bukan lah MP3 yang illegal.[11]

Dapat disimpulkan, untuk mengatakan apakah suatu MP3 merupakan data yang legal atau illegal, perlu terlebih dahulu dilihat formailtas dan substansi dari MP3 tersebut. Dengan demikian suatu MP3 dapat dikatakan illegal apabila diperoleh melalui cara yang bertentangan dengan hukum, misalnya melalui cracking dan atau isinya merupakan objek hak cipta sehingga tidak boleh didistribusikan secara bebas. Sehingga dalam kasus IRAA, seandainya search engine tersebut telah menyiapkan mekanisme legal seperti pembelian MP3 atau menjelaskan secara detail MP3 mana yang merupakan hak cipta dan MP3 mana yang bukan hak cipta, maka permasalahan antara IRAA v. Search Engine dapat terselesaikan.

  1. D.        Perlindungan Hukum Terhadap MP3 di Indonesia

Maraknya peredaran MP3 illegal di Indonesia telah mencapai taraf yang menghawatirkan terhadap perkembangan investasi dibidang cakram optik. Menurut Wakil Ketua Umum  Gabungan Pengusara Rekaman Indonesia, Binsar Victor Silalahi, mengaku mengakhawatirkan maraknya VCD/DVD/CD/MP3 lagu dan film bajakan. Berdasar catatan dia, dalam sebulan sekurang pembajak mampu memproduksi delapan juta keping VCD/DVD/CD/MP3 bajakan, “Ini akan berpengaruh terhadap investasi cakram optik. Apalagi DVD/VCD porno dapat mengakibatkan kasus-kasus asusila di masyarakat. Ini harus ditekan,” jelasnya.[12]

Awal perkembangannya, kualitas suara musik atau lagu yang asli berbeda dengan kualitas lagu atau masik yang hasil bajakan. Namun dengan adanya teknologi konversi digital seperti adanya MP3, penurunan kualitas suara pada produk bajakan bisa diminimalisir, bahkan kualitas suara produk bajakan setara dengan kualitas suara pada CD orisinal.[13] Selain itu harga sebuah keping MP3 illegal (bajakan) jauh lebih murah dari harga keping CD orisinal. Sebagai perbandingan, harga suatu keping MP3 illegal yang mampu memuat lebih dari seratus lagu berkisar lima ribu rupiah hingga sepuluh ribu rupiah, dibandingkan dengan MP3 bajakan yang beredar dengan harga lima ribu rupiah perkeping.[14] Kedua faktor ini lah yang menyebabkan pembajakan MP3 di Indonesia semakin marak.

Untuk menekan laju pembajakan dan atau peredaran MP3 bajakan di Indonesia perlu adanya law enforcement yang kuat dan tegas oleh aparat penegak hukum, Salah satunya melalui perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan terhadap MP3 dalam sudut pandang hukum mengenai hak kekayaan intelektual khususnya hak cipta dapat kembali dipandang dari dua sisi yaitu form dan substance-nya. Dari sisi form-nya perlindungan hak cipta ditujukan pada MP3 sebagai software, sehingga MP3 memenuhi unsur sebagai Program Komputer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (UUHC) yaitu:

Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila   digabungkan    dengan  media     yang    dapat   dibaca  dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.[15]

Dengan terpenuhinya unsur MP3 sebagai program komputer / software, maka MP3 menjadi objek perlindungan dari hak cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a UUHC, yaitu:

Pasal  12

(1)         Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:

  1. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;[16]

Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang berlaku di Amerika, dimana MP3 dilindungi dengan paten, yaitu dengan adanya software patent.[17] Di Indonesia, sebuah program komputer bukan merupakan objek paten, hal ini berdasarkan Penjelasan Atas Undang-undang Tentang Paten yang menyebutkan sebagai berikut.

Invensi tidak mencakup:

(1)       kreasi estetika;

(2)       skema;

(3)       aturan dan metode untuk melakukan kegiatan:

  1. yang melibatkan kegiatan mental,
  2. permainan,
  3. bisnis;

(4)       aturan dan metode mengenai program komputer;[18] [cetak tebal dari penulis]

Dengan demikian, MP3 bukan merupakan objek perlindungan paten sehingga tidak bisa dipatenkan di Indonesia. Selanjutnya, perlindungan apa yang tepat untuk melindungi MP3 secara form-nya sebagai software? Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, perlindungan hukum yang tepat bagi MP3 sebagai software adalah dengan mekanisme hak cipta. Apabila terjadi pelanggaran hak cipta seperti memperbanyak software MP3 atau mendistribusikan software tersebut tanpa izin Pencipta atau Pemegang Lisensi MP3 tersebut dan untuk tujuan komersial dapat diterapkan ketentuan dalam Pasal 72 ayat (3) UUHC yaitu:

(3)  Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).[19]

Akan tetapi, apabila perbanyakan software MP3 tersebut untuk tujuan membuat salinan cadangan program MP3 tersebut dan semata-mata untuk tujuan pribadi, maka perbuatan demikian bukanlah perbuatan yang melanggar hak cipta, hal ini berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 15 huruf g UUHC.

Selanjutnya, bagaimana perlindungan hak cipta terhadap substance atau isi dari MP3? Telah dijelaskan, isi atau konten dari MP3 lazimnya berisi lagu atau musik. Sebuah lagu atau musik dapat dikategorikan sebagai karya seni, dan berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf d sebagai berikut.

Pasal  12

(1)       Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:

  1. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

MP3 yang banyak beredar di Indonesia memiliki konten lagu-lagu atau musik bajakan berasal dari CD orisinal yang di-ripping[20] kemudian dikompilasi menjadi satu CD yang berisi data MP3 yang memiliki konten musin atau lagu digital. Dalam proses ini terjadi pengalihwujudan karya seni dari analog menjadi digital, pengalihwujudan lagu atau musik analog menjadi digital menyebabkan semakin mudahnya proses penyalinan musik atau lagu digital dari satu media ke media lainnya.

Pengalihwujudan suatu karya cipta untuk tujuan komersil yang dilindungi oleh hak cipta harus berdasarkan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, sehingga apabila proses pengalihwujudan lagu atau musik menjadi lagu atau musik digital tanpa seizin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, hasil konversi tersebut dianggap telah melanggar hak cipta, hal ini disebabkan, proses pengalihwujudan atau konversi dari suatu karya cipta sudah merupakan proses perbanyakan dari karya cipta itu sendiri. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUHC dikatakan sebagai berikut.

Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[21]

Dengan demikian, apabila pengalihwujudan yang menyebabkan adanya perbanyakan terhadap suatu ciptaan tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, tindakan tersebut dapat memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) UUHC yaitu sebagai berikut.

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan  pidana  penjara  masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah),  atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).[22]

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan, di Indonesia, meskipun MP3 tidak bisa dilindungi dengan Hak Paten, MP3 baik secara form maupun secara substansinya telah mendapat perlindungan hukum yaitu dengan adanya perlindungan terhadap hak cipta dari ciptaan MP3 tersebut. Permasalahan terkait MP3 illegal di Indonesia yang lebih banyak terjadi adalah pengalihwujudan musik dan lagu yang menyebabkan terjadinya perbanyakan ciptaan tanpa seizin pencipta atau pemegang hak cipta. Sedangkan permasalahan hak cipta terkain form dari software MP3 itu sendiri tidak banyak terjadi, hal ini antara lain disebabkan software MP3 memang dilisensikan sebagai free software yang artinya diperbolehkan untuk didistribusikan atau di salinkan secara gratis.

Salah satu solusi untuk menekan laju peredaran MP3 illegal selain penegakan hukum adalah menyediakan MP3 legal dengan harga bersaing. Harga yang bersaing didapat karena penjualan MP3 legal secara online dapat memangkas jalur distrbusi. Perusahaan rekaman di Indonesia dapat meniru mekanisme penjualan MP3 yang telah dilakukan oleh iTuns, AllOfMP3, Tunster, dan lainnya. Diharapkan dengan adanya MP3 legal dengan harga bersaing, pebajakan di Indonesia dapat direduksi seminimal mungkin.


[1] Penulis merupakan salah seorang pendiri Komunitas NeoTeKer, dan sekarang sedang menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Semester VII. Tulisan ini dibuat sebagai salah satu tugas untuk Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi FHUI.

[2] Wikipedia Online Encyclopedia, “Overview MP3”, <http://www.wikipedia.org/wiki/mp3>.

[3]  Eric Berger, “The Legal Problems of MP3”, Temple Environmental Law and Technology Journal (Fall, 2004): 2.

[4] Berger, op. cit.

[5] Lori A. Morea, “The Future of Music In a Digital Age: The Ongoing Conflict Between Copyright Law and Peer-to-peer Technology”, Campbell Law Review (Spring, 2006): 195.

[6] Wikipedia, op. cit.

[7] Ibid.

[8] Beberapa vendor seperti iTuns (http://www.ituns.com), menggunakan format audio tersendiri yaitu M4P dengan tujuan untuk melindungi konten audio yang didownload tersebut, sehingga audio tersebut hanya bisa diputar menggunakan software yang telah disediakan oleh iTuns. Selain itu iTuns juga menyertakan software disetiap musik yang didownload yang menyebabkan musik tersebut hanya bisa di “copy” ke lima mesin yang telah di “authorized” oleh iTuns.

[9] John Borland, “MP3.com bows to record industry pressure”, <http://news.com.com/MP3.com+bows+to+record+industry+pressure/2100-1023_3-240395.html>

[10] Berger, op. cit.

[11] Mekanisme pembelian MP3 seperti ini dapat ditemukan dalam website All Of MP3 di alamat http://www.alloffmp3.com. Pencarian MP3 di dalam website tersebut memanfaatkan search engine.

[12] “Polisi Musnahkan Nakorba danVCD Bajakan” , Republika Online, <http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=242624&kat_id=286&kat_id1=&kat_id2=>, diakses 3 Juli 2006.

[13] “Pembajakan, Ujung Tombak Itu Patahlah Sudah”, Kompas Cyber Media, <http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/05/dikbud/pemb30.htm>, diakses 3 Juli 2006.

[14] “Bisnis CD/VCD Bajakan Marak”, Kompas Cyber Media, < http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/15/Jabar/2080.htm>, diakses 3 Juli 2006.

[15] Indonesia, Undang-Undang Tentang Hak Cipta, UU No. 19, LN. No. 85 Tahun 2002, TLN. No. …, ps. 1 angka 8. (a)

[16] Ibid. (a), ps. 12 ayat (1) huruf a.

[17] Wikipedia, op. cit.

[18] Indonesia, Undang-undang Tentang Paten, UU No. 14, LN. No. 109 Tahun 2001, TLN. No. 4130, Penjelasan Atas Undang-undang Tentang Merek. (b)

[19] Indonesia (a), op. cit., ps. 72 ayat (3).

[20] Ripping adalah proses penyalinan (copy) secara digital sebuah data audio atau video kedalam harddisk komputer atau perangkat keras lainnya seperti CD/DVD/Flashdisk. Proses ripping ini terkait dengan kompresi dan encodig data audio analog menjadi digital seperti yang terjadi pada mekanisme ripping untuk menjadi data MP3. Lebih lanjut baca http://en.wikipedia.org/wiki/Ripping.

[21] Indonesia (a), op. cit., ps. 2 ayat (1).

[22] Ibid., ps. 72 ayat (1).